Senin, 18 Oktober 2010

MENAKAR KITAB “TAUTHIQ AL-SUNNAH FI AL-QARN AL-THANI AL-HIJRI (Ususuhu wa Ittijahatuhu)”

Fauzi Saleh
Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry Banda Aceh


ABSTRACT
Sunnah is part of important pillar and the the second main resource in Islam after al-Qur’an. The book explained comprehensively how the ulemas position the sunnah especially in law field. The different ways based on diffirences of sanad al-hadits and also the view between living sunnah and sunnah in the books. However, the differences will impact the ijtihadiyyah of ulemas in reasoning the problems. The book will mention all these things and it will be seen some of lacks of the book especially the substance in explaination.

Kata kunci: sunnah, sanad, matan, ahad

I. PENDAHULUAN
Munculnya usaha-usaha untuk menjaga al-sunnah al-nabawiyah dan pemeliharaannya pada abad kedua hijrah dilatararbelakangi oleh sejumlah opini yang bertujuan untuk menenggelamkan sunnah dan menjauhkan kaum muslimin darinya dengan cara meragukan jalur penukilannya dan perawi-perawinya.
Terdapat sejumlah rentetan nama yang terukir dalam sejarah untuk melaksanakan maksud di atas, di antaranya: Malik bin Anas, Abu Hanifah, Abu Hanifah dan dua pengikutnya: Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani dan Abu Yusuf, Ya`qub bin Ibrahim, al-Syafi‘iy, Sufyan Al-Thauriy, Ibn `Uyainah, Syu`bah bin al-Hajjaj, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Mu`in dan lainnya. Mereka telah menghasilkan karya-karya sunnah dan meletakkan kriteria-kriteria yang spesifik untuk membedakan antara hadits Rasulullah SAW dengan ucapan yang lainnya.
Namun kemudian timbul anggapan bahwa sebagian imam-imam itu sengaja meninggalkan hadits hanya karena suatu qiyas, amalan suatu negeri tertentu dan lainnya. Apakah anggapan itu berdasarkan fakta atau dalil pendukung, atau hanya sekedar penisbahan yang tak berdasar?. Hal inilah yang mendorong penulis – dengan segala kekurangan yang ada - untuk meresensi kitab Tauthiq al-Sunnah fi al-Qarn al-Thani al-Hijri, ususuhu wa ijtihahatuh (Otentisasi Sunnah Abad Kedua Hijrah, Asas Dan Arahannya) ini, sehingga jelas duduknya masalah terhadap tuduhan yang dilemparkan kepada para imam tersebut, yang pada hakekatnya telah berusaha memelihara sunnah itu sendiri.
Secara aksiologis, pembahasan ini kiranya dapat memberikan gambaran bagaimana pandangan imam-imam abad kedua hijrah berkenaan dengan sunnah al-Nabawiyah – dengan variasi tingkat otentitasnya itu - sebagai landasan istinbat hukum.
Adapun relevansinya dengan era sekarang ini, banyak orang yang membahas hadits ahad sebagai dalil hukum sebagaimana yang telah terjadi pada abad kedua hijrah. Kiranya beberapa respon ulama saat itu dapat menjadi pertimbangan kita untuk menjawab permasalahan seputar peng-gunaan hadits ahad. Mengingat dari sekian banyak hadits, hanya sedikit dikategorikan mutawatir dan masyhur, selebihnya adalah hadits ahad. Ini akan memberikan banyak distribusi dalam proses istinbat hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar